CATATAN RK (24-02-2023)

Berawal dari cerita kurang percaya diri membandingkan kondisi fakta di lapangan dengan lengkapnya pengisian data Proklim. Sehingga masyarakat merasa kurang mampu, kurang layak dan butuh pencerahan untuk memulai darimana dan kemana. Namun saat setelah pemaparan dan acara sambung rasa dari warga, kita dibuat terkesima bahwa sebenarnya lokasi Proklim RW 5 Malaka Sari sudah melangkah dengan rencana, pelaksanaan program, pemasaran produk dan melayani kunjungan. Bagaimana kisahnya?


Gambaran lingkup RW di Jakarta ini tentu berbeda dengan RW di daerah yang biasanya hanya terdiri dari 3-4 RT saja. RW di sini terdiri dari 16 RT dengan jumlah KK mencapai seribuan. Artinya kelas RW ini hampir setara dengan kelas desa di daerah. Permasalah utama memang kepadatan penduduk, permukiman padat dan yang tersedia hanya lahan sempit. Tapi menyatukan visi misi yang didukung oleh 16 RT butuh tantangan tersendiri.


Maka langkah merintis proklim dimulai dari hal yang paling sederhana dan apa-apa yang bisa dilakukan. Pertama adalah membangun spirit agar semakin banyak orang bersemangat melestarikan di lingkungan masing-masing. Kedua berupa kegiatan menanam pohon. Bisa dimulai dari menanam sayuran yang mudah tumbuh seperti kangkung dan daun bawang (loncang). Jika ingin tanaman buah bisa menggunakan metode tabulampot (tanaman buah dalam pot) yang perlu sering pemangkasan agar luas tajuk dan tingginya sesuai dengan kapasitas lahan sempit. Ketiga adalah membangun semangat mengelola atau memilah sampah pada skala rumah tangga, sehingga dapat mengurangi 70% produksi sampah harian oleh masyarakat.


Langkah-langkah di atas ternyata sudah dilaksanakan dalam beberapa tahun terakhir ini lewat inisiator dari Bu Haryati dengan dukungan Kelompok Wanita Tani (KWT) D'Shafa yang dikelola memanfaatkan lahan di sekitar masjid dan beberapa jengkal lahan yang menempel di tembok rumah warga. Misi utama adalah mengembangkan tanaman obat keluarga (TOGA) dan tanaman sayuran. Dengan semangat swadaya, mereka minta ijin mengelola lahan sekaligus membangun taman toga sampai 25 jt. Membangun rumah kaca (green house) untuk sayuran metode hidroponik menghabiskan modal hampir 40 jt. Darimana sumber dananya?


Uang dikelola dari hasil mengolah tanaman obat menjadi produk herbal dan tanaman sayuran untuk melengkapi usaha catering. Hasil keuntungan disisihkan untuk membangun infrastruktur tadi. Perkembangan pun sangat menakjubkan. Saat ini masih terlihat proses pembangunan seiring dengan usaha yang dijalankan. Bahkan ibu-ibu ini menyampaikan usulan pada Ketua RW agar semua RT dapat diberdayakan menanam aneka tanaman obat dan sayuran. Hasil panen akan dibeli dan menjadi bahan baku produk yang sudah pasti dibutuhkan oleh pasar.


Jadi, walaupun RW 5 ini masih berjuang di level Proklim Madya, hakekatnya sudah cukup layak bersanding kompetensinya dengan Proklim Utama, yang beberapa tahun ke depan siap menuju Proklim Lestari. Kenapa? karena lokasi ini sudah terbukti punya spirit kemandirian dengan menghasilkan produk unggulan yang menguntungkan, menggerakkan kelompok masyarakat dan tetap melestarikan lingkungan.


Sementara itu kelompok bapak-bapak punya tugas mengelola kolam ikan nila sambil budidaya tanaman talas. Daun tanaman diberikan di pagi hari sebagai pakan ikan. Siangnya baru diberi makan pelet. Ada beberapa koiam yang dibagi dari pemisahan indukan, anakan dan pembesaran. Sirkulasi air dikelola dengan baik, sehingga ikan-ikan siap panen pada kisaran 3 bulan dengan harga jual mencapai 35 rb / kg.


Di antara gang-gang warga juga terlihat aneka tanaman anggur sebagai peneduh sekaligus produksi. Bahkan menambah keindahan dan kelestarian. Mereka bercerita bahwa beberapa tahun lalu pernah meraih penghargaan juara 2 lomba gang hijau di tingkat nasional. Tentu ini semua menjadi modal besar untuk terus berkarya dalam melestarikan lingkungan permukiman perkotaan.





Jakarta, 23 Februari 2023


Muhamad Kundarto

Tim Teknis Proklim KLHK RI

0 Komentar