"Setiap penulis punya cerita, demikian halnya buku, punya kisahnya sendiri," begitu Rusdin Tompo memulai materi presentasinya. 


Rusdin Tompo malam itu diundang dalam kapasitas sebagai penulis buku, trainer dan pegiat literasi. Koordinator Perkumpulan Penulis Indonesia Satupena Provinsi Sulawesi Selatan itu mengaku senang diajak berbagi pengalaman seputar penulisan buku biografi oleh Forum Lingkar Pena (FLP) Wilayah Sulawesi Selatan.


Webinar ini dipandu Ahmad Syauqi Dzulfikri, pengurus FLP Sulsel Divisi Kaderisasi 2023-2025. Webinar dilaksanakan pada Jumat, 7 Juli 2023, dimulai pukul 20.00-21.30 Wita. Pesertanya dari berbagai daerah di Sulawesi Selatan, antara lain Makassar, Gowa, Takalar, Pangkep, Parepare, bahkan ada yang dari Jerman.


Melalui layar laptop ukuran 14 inch, dia melihat satu-satu peserta yang mengikuti Webinar Teknik Menulis Biografi tersebut. Tidak semua mengaktifkan videonya, tapi dia bisa membaca nama-nama yang tertera di room. Ada Tetta Sally, Fitriawan Umar, Adi Wijaya, Damar I Manakku, Ikarini Puspita, dan Ruslinda Nur.


Webinar ini diadakan, menurut FLP, karena penulisan biografi akhir-akhir ini cukup populer. Membaca tulisan biografi setidaknya bisa memperkaya wawasan lewat keteladanan tokoh, mencerahkan dan memotivasi pembacanya untuk menjalani kehidupan dengan baik. Namun dalam kepenulisan biografi, penulis kerap kali menemukan berbagai kendala dan kesulitan. 


Rusdin Tompo bercerita, dia mendapat inspirasi bagaimana menulis biografi secara sederhana dari buku seorang anak jalanan yang jadi korban dan pelaku sodomi. Saat itu dia berada di Yogyakarta, dan diberi buku oleh temannya, seorang aktivis LSM.


Menurutnya, buku biografi itu ditulis karena pada dasarnya kita suka bertukar cerita, mendengar kisah. Apalagi kalau ada nilai-nilai dan pesan moral di sana. Kita menulis biografi juga karena orang mau dikenang, diapresiasi, dan menjadi inspirasi atau memberi motivasi bagi yang lain.


"Menulis biografi ini menjadi penting kalau ada aspek sejarah, ada rahasia yang belum terungkap di balik fakta-fakta, atau  pertanggungjawaban publik berkaitan dengan amanah yang diemban oleh tokoh yang ditulis," beber Rusdin Tompo.


Penulis yang sudah melahirkan puluhan buku, baik sebagai penulis maupun editor itu, menyampaikan biasanya dia punya aktivitas tertentu untuk membuatnya nyaman saat menulis. Menyeruput kopi, ngemil, dan mendengarkan lagu merupakan aktivitas yang disebutnya sebagai mood booster. Sesekali dia juga menyiram tanaman di depan dan belakang rumanya.


Ketika seorang penulis biografi hendak menampilkan sosok yang ditulis maka dia perlu memperhatikan berbagai aspek. Keluarga, usia kronologis sang figur dari kanak-kanak hingga dewasa, lingkungan alam dan sosial di mana dia berada, serta hobi dan kebiasan-kebiasaannya. Selain itu, kenangan suka dan duka serta dinamika hidup yang bersangkutan.


Aspek pendidikan, nilai-nilai agama dan budaya yang dianut, siapa yang jadi role modelnya, dan titik baliknya dalam hidup. Juga perlu ditulis adalah perjalanan kariernya, karya serta legasi dari sang tokoh yang ditulis.


Bagaimana memulai menulis biografi? Rusdin Tompo memberikan tipsnya. Yakni, dimulai dari riset dengan membaca apa saja dan mencari sumber-sumber relevan. Kemudian bikin peta pikiran, susun daftar pertanyaan, lalu melakukan wawancara. Bahan-bahan ini masih perlu dikonfirmasi dan diverifikasi sebelum dan setelah ditulis. Untuk memperkaya informasi, perlu ada referensi dan data. Apalagi jika kisah dan fakta-fakta yang disampaikan bertalian dengan sejarah. Selanjutnya proses koreksi dan revisi, sebelum finalisasi. 


"Saya itu orang visual, lebih suka pakai peta pikiran atau mind map, saat mengembangkan ide tulisan," ungkap alumnus Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin itu.

Rusdin Tompo pernah menulis sejumlah tokoh, pejabat dan pejuang. Dia, antara lain, pernah menulis biografi Iwan Tompo, maestro lagu Makassar, dan buku Irjen Pol Pudji Hartanto Iskandar, mantan Kapolda Sulsel. 


Dia juga menulis buku Keluarga Pagarra, yang mengisahkan bagaimana anak-anak dididik dalam kultur Makassar. Anak dari Pagarra, anggota Brimob yang pernah menjabat sebagai Camat Parangloe, antara lain Brigjen Pol Halim Pagarra, mantan Wakapolda Sulsel dan Prof Halifah Pagarra, guru besar UNM. 


Buku lain yang ditulis adalah kisah Soekandar Hadiwidjaja, penerima Bintang Gerilya. Soekandar Hadiwidjaja, merupakan pejuang yang tergabung dalam divisi Siliwangi. Ia merupakan ayah dari Komjen Pol (Purn) Nanan Soekarna.


Dia mengingatkan, sejumlah poin yang perlu diperhatikan saat menulis biografi. Kejelasan dan ketepatan nama, penulisan gelar, istilah-istilah asing, tahun-tahun kejadian, serta data dan angka-angka. Selain itu, tempat dan lokasi yang jadi setting cerita, serta nilai-nilai kearifan lokal setempat perlu pula diperhatikan saat ditulis, biar pas kita memaknainya.


Penulis biografi, jelas Rusdin Tompo, adalah seorang yang skeptif dan kritis pada informasi yang diberikan. Dia mesti punya banyak dan beragam bacaan, biar berwawasan dan informatif saat menulis. Dia mengaku, bacaan-bacaan, pengalamannya sebagai mantan jurnalis radio aktivis LSM sangat membantunya sebagai penulis. 


"Manfaat sebagai penulis biografi, saya rasakan. Sebagai penulis, saya mendapatkan akses, privilese, tahu rahasia pribadi sampai rahasia negara," ungkapnya.


Lagi-lagi diingatkan bahwa penulis biografi bukan investigator. Sekalipun ada banyak aspek penting mau diungkap, tapi semua mesti dilakukan atas konfirmasi dan terverifikasi. Ada aspek etika yang mesti dijunjung, dan itu mesi disampaikan pada tokoh yang ditulis atau keluarganya.


"Menulis biografi itu merupakan legasi bagi sosok atau tokoh yang ditulis, juga bagi penulisnya. Kita ini mau dikenal dan dikenang sebagai apa, sebagai siapa?" Imbuh Rusdin Tompo, mengakhiri presentasinya

0 Komentar